karena dari mata turun ke kaki



Life, Love, Listen


Pukul setengah empat sore, sehabis menghabiskan makan siang yang terlambat, seorang teman dekat mendekat sangat dekat. Matanya sembab, sepertinya berencana menangis. Benar saja, baru dipancing dengan pertanyaan "kamu mau nangis, ndus?" ia sudah dengan senang hati sesenggukan.

Sudah lama ya aku nggak liat kamu nangis. bukan aku pengen liat kamu nangis, bukan. aku cuma ngerasa aneh merasakan perasaan bingung harus gimana. kamu tau kan, aku bukan orang yang bisa dengan tulus dan ikhlas mengusap punggung tanganmu mengucapkan hal-hal manis dan indah agar kau rasa lebih baik. paling banter aku cuma menatap mu, mencoba fokus, meski tak pernah bisa fokus beneran. tapi aku selalu usahakan ada.

Lalu pukul enam kami jalan-jalan. Masih mencoba fokus mendengar cerita sang teman sangat dekat. Sesekali menimpalinya, meski percuma. Karena yang ia butuh cuma telinga, karena saran dan solusi cuma ia yang tau.

Pukul setengah tujuh sang teman dekat bilang ingin menelpon kekasihnya. "Tara, kamu mau nemenin aku telpon kan?". Kami menuju telepon umum tunggu. Teman dekat masuk ke dalam Kamar Bicara Umum, saya menunggunya di bangku panjang. Beberapa menit kemudian seorang pria setengah baya datang, kamar bicara umum penuh, ia mengantri, duduk di sebelah saya. Dua kali menghela nafas, ia tiba-tiba bergumam " kepala saya kok rasanya sakit ya, dek". Ya?. saya yang awalnya bemain-main telepon genggam sedikit terkejut. "Kepala saya, sakit.."

Kehujanan mungkin pak? "saya punya penyumbatan pembuluh darah di kepala saya". Ouh. "tapi..semua mungkin juga karena pikiran ya dek". Iya pak, mungkin banyak pikiran."Semua karena gempa jogja dek". Ya?. " Rumah saya kena gempa, orang tua istri saya menekan saya, mereka bilang saya terlalu tua untuk bisa mencapai keadaan sebelum gempa. Rumah saya. Semuanya. Saya menikah dengan murid kuliah saya dek, dari UNS solo, terpaut 20 tahun
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................

Teman dekat sudah selesai menelpon kekasih, tapi bapak setengah baya masih melanjutkan ceritanya

.............................................................................................................
.............................................................................................................
.........................................................,

Mumpung dia memberi koma, saya berkesempatan pamitan. Permisi, pak, mau duluan. "ya dek, mari". Padahal cerita beliau belum selesai. Saya masih ingin memberi telinga saya, pak. Tapi sayang, kita tidak saling kenal. Saya beranjak pulang bersama teman, bapak tadi masuk ke dalam Kamar Bicara Umum. Mungkin menelpon Jogja miliknya, yang membuat ia sakit kepala. Teman saya tersenyum. "Tara, sama aku kamu kena curhat, nunggu aku telpon kamu kena curhat juga". Ya, ndus. Kami tertawa bersama.

Kita tidak pernah bisa memberi solusi atas permasalahan orang. Paling banter kita cuma mencoba fokus mendengarkan, sesekali berkomentar agar sang pencerita tau kita masih menyimaknya. Tapi memang mereka cuma butuh seseorang untuk mendengarkan saja. Untuk bercermin agar menemukan jawaban. Melihat kita menatap mereka, siapa tahu mereka menyadari sesuatu " oh iya, seharusnya saya begini.." atau setidaknya " terimakasih, saya lega, uneg-uneg sudah tersalurkan". Sebenernya itu cukup, karena itu juga yang kita butuh, bukan?

Jadi, mari mendengarkan.

maaf, orang² tersayang, saya sering menutup telinga

Labels:

« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »

7 Comments:

At 11/21/2007 08:17:00 AM, Anonymous Anonymous said...

lha kalo kita menatap ke matanya tapi yg ada dia malah pengen nabok, piye?!

jenengmu ganti Tara? ckckck...bocah kok ra nduwe pendirian :p

 
At 11/21/2007 08:27:00 AM, Blogger _ said...

weleh, ternyata pacarku tambah pinter ik, :D

 
At 11/21/2007 01:59:00 PM, Anonymous Anonymous said...

kalo berlomba untuk didengarkan...itu saya put :p

 
At 11/21/2007 03:56:00 PM, Anonymous Anonymous said...

ki do ngopo to? padahal nek tak woco meneh aku rak mudeng aku nulis opo

>.<

 
At 11/21/2007 04:04:00 PM, Blogger escoret said...

[...] Dedi berkata...

weleh, ternyata pacarku tambah pinter ik, :D [...]

MAKAN-MAKAN PUT.,.!!!!

*kendorkan ikat pinggang*

 
At 11/22/2007 12:24:00 PM, Anonymous Anonymous said...

Sahabat itu orang yang ada saat kita seneng and susah. Tapi yang namanya sahabat gak bisa kita temukan di saat senang. Soalnya saat kita senang, ada banyak orang yang berusaha manfaatin kita toh. Jadi orang yang namanya sahabat itu, pastinya bisa membantu kita dan ada di saat kita susah. Sedangkan teman curhat bisa jadi sahabat kita, bisa juga bukan. Tergantung dalam kondisi senang atau susah. Temen curhat yang mau berbagi kesenangan sama kita, itulah teman. Sedangkan yang mau kita kasih limbahan curhat kita pas kita lagi sedih, itulah sahabat kita... Apa benar begitu tara?~!$$~@???!!!

 
At 11/22/2007 01:58:00 PM, Blogger avatar said...

halo put, perkenalkan aku agung, dari palu.aku bisa gabung kan?

aku lihat,perenungan kamu dalam juga yah, ada hal-hal yang simple, tapi jarang disadarai...aku salut ama kamu...

kalau kebijkasanaan itu sejenis orang, mungkin kamulah orangnya....
dan sekalian kalau ketidakbijaksanaan itu sejenis nama, mungkin puput namanya...hehe

saluttt

salam kenal, dan pingin kenal

agung

 

Post a Comment