karena dari mata turun ke kaki



cerita

Aku menyebutnya wayan togog. Ia bukan berasal dari bali, kalau tidak salah ia berasal dari manado, sulawesi utara. Aku menyebutnya begitu karena karakternya mengingatkanku pada wayan togog, salah satu tokoh dalam buku ayu utami, larung. Wayan togog digambarkan ayu utami sebagai seorang yang menggebu-gebu, menganggap apa yang ia yakini benar harus diyakini benar pula oleh orang lain. Sehingga ia cenderung memaksakan kehendaknya. Ia lah yang menyebabkan tertangkapnya Saman dan Larung karena kepercayaan dirinya yang terlalu tinggi. Ia adalah tokoh yang berhasil membuatku senewen, dongkol setengah mampus. Meski begitu wayan togog adalah seorang orator yang hebat dalam aksi demonstrasi. Aku tidak tau pasti apakah ia, wayan togo versi ku, merupakan orator yang hebat juga atau tidak. Yang ku tau ia adalah sosok yang menggebu-gebu dalam tiap pembicaraan, apakah itu berdebat atau hanya omong kosong biasa. Ia juga orang yang tergila-gila dengan sebutan aktivis, yang secara otomatis pula selalu menggunakan jargon-jargon kemerahan seolah istilah-istilah semacam itu membuatnya terlihat hebat. entah sedikit atau banyak kesamaan antara mereka, aku tidak peduli. aku hanya senang menyebutnya begitu.

Beberapa waktu lalu tempat ku bekerja membutuhkan bantuan kawan-kawan lama untuk mencarikan informasi daerah yang layak mendapat bantuan sembako. Kebetulan ia lah yang di rekomendasikan untuk menemaniku mengurus semua hal. Dari situlah kami terhubung.
Suatu malam ia mengantarku melihat-lihat kondisi perkampungan, dalam perjalanan pulang ia bilang ia ingin melihat bola di layar besar jalan pahlawan, "kamu ga papa kan nemenin bentar?". Lalu sampai malam kami nongkrong nungguin bola yang ternyata ga jadi tayang. Sambil nongkrong ia mulai ngibul kanan kiri atas bawah, aku pikir apa salahnya sembari berbagi kopi dan empat batang tembakau. Tapi yang aneh adalah ketika ia bilang ia pengin main ke rumah. Ia juga bilang cara berpikirku membuat dia tertarik. Ia pandai memuji. Dari situ perasaanku mulai memberi sinyal-sinyal curiga. Hai, orang asing, terkadang justru ke-asing-an terasa asing ketika berubah menjadi tidak asing.

Hari-hari setelahnya ia selalu menyempatkan mengirim pesan di luar koordinasi acara primer. Meski cuma satu dalam sehari sekedar bertanya aku sedang apa. Aku menanggapinya meski sedikit risih. Bukankah ini masih dalam batas wajar pikirku. Kawan-kawan lain juga bersikap baik seperti ini. Lagi pula tak ada yang aneh dalam pesan-pesanya, malah pesan-pesan itu cenderung kaku. Apa mungkin cuma aku yang terlalu perasa? tapi bukankah sebagian besar perempuan selalu tepat dalam merasa? bukan asal saja.

Sewaktu berkesempatan bertemu kawan-kawannya ia memperkenalkan aku sebagai istri nya. aku tau ia cuma bercanda, lagi pula aku belum di rugi kan meski aku tidak begitu suka diperlakukan demikian. Tapi aku mulai berpikir untuk bersikap waspada. Laki-laki lebih jahat dari pada serigala.

Suatu hari ia mengirimiku pesan, ia bilang ia kesepian karena tak punya pacar. Aku balas "kenapa kau tak cari pacar saja". Ia jawab, "mana ada lah yang mau". Aku jadi ingat seorang kawan lama pernah bilang, kalau cara-cara seperti itu tidak akan bisa memenangkan hati perempuan. Hahaha. Ku tertawakan saja dalam hati. Ayolah, bung, perempuan jaman sekarang tidak mudah di bodohi dengan caramu merendah diri. Di akhir berbalas pesan aku bilang lagi kalau menurut ku menjadi sendiri jauh lebih enakan. Dia bilang dia ga mau kehilangan peluang. Ku balas lagi 'peluang apa? aku cuma berpendapat subjektif kalau aku suka sendirian, kalau orang lain ya terserah kalian'. Setelah itu ia bilang kapan-kapan lagi di teruskan, ia mau ke luar kota, safari politik katanya. Wayan, kau semakin membuatku geli, menahan diri untuk tidak menertawakanmu keras-keras. Bukan begitu cara memenangkan hati perempuan.

Laki-laki, kata teman, mereka tak pernah dewasa.Seperti bu Oka rusmini bilang, perempuan bertugas menyusui anak-menyusui suami-menyusui hidup. Dari kanak-kanak sampai menjadi suami, laki-laki selalu meyusu pada perempuan. Bisakah mereka dewasa? Aku tidak merasa diri ku bijak, tau segala hal tentang dunia, atau mungkin aku belum bertemu 'orangnya', hanya saja menurut ku laki-laki memang tak pernah bisa mengagumkan, mereka hanya kanak-kanak yang terkurung dalam tubuh orang besar. Selalu gampang jatuh di mata ku setiap kali aku menemukan kelemahannya. Begitu juga wayan. Yang memang dari awal aku lihat bukan seorang dewasa, meski dari ku ia lebih tua tiga tahun. Setelah ia tau pernyataan sikap ku, tentang lebih baik sendiri daripada pacaran, ia mundur perlahan, terakhir ia mengucapkan selamat lebaran. Setelah itu kabarnya tak kedengaran.

Aku lega, wayan. Karena perasaan tidak bisa di paksakan. Meski aku bohong soal enak nya sendirian, tapi daripada terpaksa aku memilih kebebasan. Karena terlalu banyak pemakluman akan menyakitkan diri kita sendiri, sudah saatnya mengenal apa mau kita. Kesepian tidak pernah menyenangkan, tapi menunggu saat dan orang yang tepat juga bukan hal yang membosankan.

Ayo wayan, kita temenan :)

Labels:

« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »

0 Comments:

Post a Comment